FIKIH RAMADHAN
18.02
M.masrur
,
0 Comments
Disyariatkannya Puasa Ramadhan
Shaum Ramadhan diwajibkan setahun setengah setelah turunnya ayat tentang perubahan Qiblat ummat Islam dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke Ka’bah di Masjidil Haram di Makkah. Yaitu dengan turunnya ayat Shaum surat Al Baqarah ayat 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ البقرة: 183.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertqwa.”
Ayat ini turun pada bulan Sya’ban tahun ke dua hijriyah, sehinnga Rasulullah berpuasa Ramadhan selama hidupnya sebanyak Sembilan kali. Adapun sebelumnya yaitu pada masa awal masa Madinah Rasulullah saw berpuasa tiga hari pada setiap bulannya dan pada hari asyuro (tanggal sepuluh Muharram) sehingga turun surat Al Baqarah ayat 183-184 maka umat Islam pada saat itu boleh memilih antara shaum dengan member makan kepada fakir miskin.
Kemudian pada periode berikutnya turun ayat 185 yang menetapkan kewajiban shaum kepada orang yang sehat dan tidak bepergian dan memberi keringanan kepada orang yang sakit atau sedang bepergian untuk mengganti di hari lain (qadha), dan bagi orang tua yang sudah lanjut usia diganti dengan memberi makan fakir miskin (fidyah). Allah swt berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185)
Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS: Al-Baqara: 185)
Pada masa itu pula, ketika umat Islam sudah sampai pada waktu berbuka, maka mereka makan, minum, dan menggauli istri mereka (bagi yang berkehendak) selama belum tidur, adapun setelah mereka bangun kembali dari tidur, mereka tidak melakukannya karena mereka memahami bahwa hal itu tidak boleh, hingga turun surat Al Baqarah ayat 187 yang membolehkan hal itu semua pada malam hari.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (187)
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Hikmah Disyariatkannya Puasa Ramadhan
Tidak ada satu syariat pun dalam islam kecuali di dalamnya mengandung hikmah yang agung karena Allah swt adalah Dzat yang Maha Bijaksana (Al Hakim). Diantara hikmah yang disebutkan oleh Allah swt dalam ayat-ayat shaum adalah agar kita semua menjadi orang yang bertaqwa. Taqwa sangat luas maknanya ia mencakup semua unsure kebaikan, baik yang bersifat hubungan langsung dengan allah swt, atau yang bersifat hubungan dengan sesame makhluk-Nya.
Umat Islam dapat mengambil hikmah dari kewajiban puasa sebanyak-banyaknya, dan hal ini merupakan esensi dari puasa itu sendiri, sehingga puasa tidak hanya menjadi aktifitas formal yang rutin dilaksanakan setiap tahun tapi sepi dari hikmah sebagai stimulant kita lihat beberapa hikmah yang diungkapkan oleh para ulama :
1.Sarana mensyukuri nikmat. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan. Ini adalah kenikmatan tertinggi, karena dengan menahan diri dari menikmati nikmat tersebut pada waktu tertentu akan membuatnya mengetahui nilai nikmat tersebut. Karena kenikmatan sesuatu yang tidak diketahui (nilainya), dan baru diketahui kalau dia hilang . Maka hal itu akan membantunya untuk memenuhi haknya dengan mensyukurinya.
2. Sarana untuk meninggalkan sesuatu yang haram. Karena jika jiwa mampu diarahkan untuk menahan dari yang halal demi mengharap ridha dan takut akan pedihnya siksaan. Maka, dia akan lebih mampu lagi diarahkan untuk menahan dari yang haram. Maka berpuasa adalah sebab untuk menahan diri dari sesuatu yang diharamkan Allah.
3. Mengalahkan hawa nafsu. Karena jiwa ini kalau kenyang, dia akan mengangankan syahwat, tapi kalau lapar akan menahan apa yang diinginkan. Oleh karena itu Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
يا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخاري، رقم 5066 ، مسلم، رقم 1400)
Artinya: “Wahai para pemuda! Siapa yang sudah memiliki kemampuan (biologis maupun bekal materi), maka (bersegerahlah) menikah. Karena hal itu dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedangkan bagi yang belum mampu (menikah), hendaklah dia berpuasa, karena hal itu (menjadi) benteng baginya.” (HR. Bukhari, no. 5066, Muslim, no. 1400)
4. Menumbuhkan sifat kasih sayang terhadap orang miskin. Karena orang yang berpuasa ketika merasakan beratnya lapar beberapa saat, dia akan teringat orang yang merasakan kondisi seperti ini sepanjang waktu, sehingga dia bersegera menyantuni, menyayangi dan berbuat baik kepadanya. Sehingga puasa menjadi sebab menyayangi orang miskin.
5. Mengalahkan setan dan melemahkannya. Maka kekuatannya membisikkan (keburukan) kepada manusia melemah sehingga potensi kemaksiatannya berkurang. Karena setan masuk ke tubuh Anak Aadam lewat pembuluh darah, Sebagaimana di sabdakan Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam. Maka dengan puasa, tempat masuk setan akan menyempit dan akhirnya melemahkan dan mengurangi gerakannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Majmu’ Fatawa, 25/246: "Tidak diragukan lagi bahwa darah bersumber dari makanan dan minuman. Jika seseorang makan atau minum, maka jalan masuk bagi setan –yaitu darah- akan semakin luas, dan kalau dia berpuasa, jalan masuk setan akan menyempit. Akibatnya jiwa akan memiliki kekuatan melakukan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran."
6. Melatih diri untuk muroqabatullah (merasa di awasi oleh Allah). Sehingga dia meninggalkan (kemaksiatan) yang diinginkan meskipun dia mampu (melaksanakannya), karena dia menyadari bahwa Allah melihatnya.
7. Menumbuhkan sifat zuhud terhadap dunia dan syahwatnya, serta pengharapan (dengan kebaikan yang ada) di sisi Allah Ta’ala.
8. Membiasakan seorang mukmin banyak (melakukan) ketaatan, karena orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan, sehingga akhirnya menjadi terbiasa.
Penentuan Awal Ramadhan Dan Syawwal
Permasalahan yang sering jadi bahan pembicaraan umat Islam ketika Ramadhan menjelang adalah terkait kapan mereka akan berpuasa. Hal ini dikarenakan adanya ketentuan dalam menentukan awal bulan dari setiap bulan hijriyah. Rasulullah saw bersabda :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ (صحيح البخاري)
Artinya: "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal, apabila ia tertutup dari pandangan kalian maka sempurnakanlah bulan sya'ban menjadi 30 hari" (Shahih Bukhari)
Namun demikian umat Islam tidak bisa menentukan kapan ia berpuasa sendirian, karena keputusan itu ada pada phak yang berwenang yaitu pemerintah. Ketika seseorang melihat hilal maka ia harus melapor, apabila laporannya diterima maka pemerintah akan mengumumkannya untuk seluruh umat Islam. Akan tetapi jika tidak diterima maka sang pelapor harus mengikuti keputusan pemerintah, walaupun ada berpendapat ia boleh berpuasa termasuk orang-orang yang mempercayainya.
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu meriwayatkan bahwa ada seorang Arab Badui menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sungguh aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertanya: "Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?" Ia berkata: Ya. Beliau bertanya: "Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah." Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka berpuasa."
Sudah sering terjadi bahwa umat Islam di masing-masing negara seringkali berbeda dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawwal. Hal ini wajar terjadi karena masing-masing pemerintahan punya hak untuk menetapkannya, karena mereka memang berdiri sendiri dan tidak saling terikat. Sehingga amat wajar independensi otoritas penetapan jadwal puasa pun dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing pemerintahan.
Suatu kewajaran pula bila kita lihat Mesir dan Saudi Arabia saling berbeda dalam menetapkan jadwal puasa dan lebaran. Tetapi umumnya di dalam negeri masing-masing, umat Islam kompak. Sesama rakyat Mesir tidak pernah terjadi perbedaan. Demikian juga, sesama rakyat Saudi tidak pernah terjadi perbedaan. Jadi cerita umat islam yang berbeda-beda waktu mulai puasa dan dan lebaran paling sering terjadi di Indonesia.masing-masing ormas menentukan puasa dan lebarannya sendiri.
Jika para ahlinya berbeda pendapat, maka umat Islam boleh memilih. Tidak ada satu pun ulama yang berhak untuk memaksakan kehendaknya, apalagi menyalahkan pendapat yang tidak sesuai dengan hasil ijtihadnya. TOh kalau ijtihad itu benar, ulama itu akan dapat pahala. Sebaliknya kalau salah, beliau tidak berdosa, bahkan tetap dapat satu pahala.
Salah satu hadits yang bisa menjadi panduan Umat Islam dalam hal ini adalah sabda Rasulullah saw :
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ
Artinya: lWaktu shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.
Hadits rasanya agak cocok buat keadaan kita yang bukan ulama, bukan ahli ru''yat atau ahli hisab. Kita adalah para muqaalid dan muttabi''. Maka jadwal puasa kita mengikuti umat Islam umumnya di suatu negeri. Kalau di Indonesia umumnya atau mayoritasnya lebaran hari Jumat, ya kita tidak salah kalau ikut lebaran hari Jumat, meski tetap menghormati mereka yang lebaran hari Kamis. Sebab lebaran di hari di mana umumnya umat Islam lebaran adalah hal paling mudah dan juga ada dalilnya serta tidak membebani.
Syarat Rukun Dan Yang Membatalkan Puasa
Hukum puasa Ramadhan wajib bagi orang yang memenuhi syarat-syarat berikut ini ;
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Mukim (tidak sedang musafir)
5. Sehat
6. Tidak sedang dalam keadaan haidh atau nifas
Adapun rukun puasa (ritual puasa) sangat sederhana dan mudah, yaitu:
1. Niat
2. Menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa, seperti makan, minum, melakukan hubungan suami istri, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.
Terkait dengan hal-hal yang membatalkakn puasa ada beberapa macam.
1. Yang membatalkan puasa dan hanya wajib mengqodho (mengganti dengan puasa) di hari lain.
2. Yang membatalkan puasa dan wajib mengqodho dan membayar kaffarah.
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa dan mengharuskan qodho adalah :
1. Makan dan minum dengan sengaja, jika makan dan minum itu dilakukan dengan tidak sengaja, seperti lupa atau dalam paksaan maka tidak membatalkan puasa dan tidak mengharuskan qodho. "barang siapa yang lupa sedang ia sedang berpuasa, kemudian ia makan atau minum, maka teruskanlah puasanya karena ia telah diberi makanan dan minuman oleh Allah swt. (HR Jama'ah)
2. Meminum obat-obatan yang berfungsi sebagai makanan seperti infuse fitamin dan lainnya.
3. Muntah dengan sengaja, tetapi jika muntah tanpa sengaja maka puasanya tidak batal.
4. Haidh dan nifas walaupun sedikit dan terjadi sesaat menjelang terbenamnya matahari, maka puasa di hari itu batal dan harus diqodho.
5. Istimna', yaitu mengeluarkan air mani dengan sengaja, baik dengan berhayal, mencumbui istri atau lainnya.
6. Memasukkan sesuatu yang bukan makanan pokok melalui lobang yang bisa sampai ke perut besar.
7. Makan, minum, dan bersetubuh dengan meyakini bahwa matahari sudah terbenam atau fajar belum terbit, ternyata sebaliknya, matahari belum terbenam atau fajar sudah terbit, maka batal puasanya dan wajib mengqodho.
Adapun yang membatalkan puasa dan mengharuskan qodho serta kaffarah :
Bersetubuh di siang hari bulan ramadhan dengan sengaja, walaupun tanpa mengeluarkan air mani. Seperti yang terjadi pada seorang Badui yang datang pada Nabi dan menceritakan bahwa ia telah melakukan hubungan suami istri. Rasulullah kemudian memerintahkan kepada laki-laki itu untuk membayar kaffarah secara berurutan; puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memerdekakan budak, jika tidak mampu maka member makan 60 orang miskin. (HR Jama'ah dari Abi Hurairah)
Hal-Hal Yang Membolehkan Seseorang Berbuka Puasa
1. Bepergian
2. Sakit
3. Mengandung dan menyusui
4. Jompo atau usia lanjut
5. Kehausan dan kelaparan yang melampaui batas.
Orang yang sedang bepergian dan yang sedang sakit
Orang yang sedang bepergian jauh atau sedang sakit dibolehkan berbuka puasa kemudian ia wajib mengqodho di hari lain ketika sudah sembuh dari sakitnya dan sudah selesai dari perjalannya. Firman Allah swt.,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: "Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
Orang jompo atau lanjut usia
Orang jompo atau lanjut usia diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika mereka sudah tidak mampu melakukannya, karena puasa hanya wajib bagi orang yang mampu, kemudioan ia menggantinya dengan fidyah. Sabda Rasululllah: "Diberi rukhshah (keringanan) bagi orang lanjut usia untuk berbuka puasa dan memberi makan orang miskin setiap harinya, serta tidak ada kewajiban qadha' atasnya.” (HR Daruquthni dan Hakim. Keduanya mensahihkan).
Begitu pula orang yang tidak mampu melakukan puasa karena sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka ia boleh menggantinya dengan fidyah satu mud makanan pokok diberikan kepada satu orang fakir miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Dr. Mushtofa Al Khinn mengatakan satu mud adalah sekitar 600 gr.
Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil dan menyusui diberi keringanan untuk meninggalkan puasa sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut: "Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari musafir dan separuh shalatnya, menggugurkan puasa dari wanita hamil dan menyusui.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah) Di sini tidak dibedakan antara yang hamil tua atau muda, sebab umumnya kondisi mereka lemah. Begitu pula wanita menyusui. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip Syariat Islam yang luwes dan bijaksana ini mereka diperbolehkan berbuka atau meninggalkan puasa.
Tentang penggantian puasanya, apabila puasa itu mengkhawatir-kan keselamatan dirinya saja maka mayoritas ulama membolehkan mereka tidak puasa tapi wajib mengqadhanya saja tanpa membayar fidyah. Dalam hal ini kedudukan mereka sama dengan orang sakit. Kalau puasa itu mengkhawatirkan anaknya maka mereka boleh tidak puasa tapi ulama berbeda pendapat tentang penggantiannya. Apakah mereka hanya wajib qadha atau bayar fidyah saja, atau kedua-duanya.
Dr. Yusuf Qardhawi cenderung untuk memfatwakan bahwa mereka cukup membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin saja dan tidak usah mengqadha. Tapi keringanan ini lebih ditujukan bagi wanita yang setap tahun hamil atau menyusui sehingga tidak sempat mengqadha.
Misalnya pada bulan puasa tahun ini ia hamil, tahun depan menyusui. Kemudian tahun depannya hamil dan menyusui lagi. Kalau wanita seperti ini diwajibkan untuk mengqadha puasa berarti harus bepuasa secara terus-menerus. Hal ini tentu saja menyulitkan, padahal Allah sendiri menghendaki kemudahan.
Adapun bagi pekerja berat, mereka dapat diklasifikasikan dalam dua bagian. Pertama, pekerja berat yang sifatnya kontinyu sehigga tidak mempunyai waktu luang untuk mengqadha lantaran sehari-hari pekerjaannya keras dan kasar. Sebagai gantinya mereka harus membayar fidyah sebagaimana firman Allah: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (Al-Baqarah:184)
Misalnya pada bulan puasa tahun ini ia hamil, tahun depan menyusui. Kemudian tahun depannya hamil dan menyusui lagi. Kalau wanita seperti ini diwajibkan untuk mengqadha puasa berarti harus bepuasa secara terus-menerus. Hal ini tentu saja menyulitkan, padahal Allah sendiri menghendaki kemudahan.
Adapun bagi pekerja berat, mereka dapat diklasifikasikan dalam dua bagian. Pertama, pekerja berat yang sifatnya kontinyu sehigga tidak mempunyai waktu luang untuk mengqadha lantaran sehari-hari pekerjaannya keras dan kasar. Sebagai gantinya mereka harus membayar fidyah sebagaimana firman Allah: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (Al-Baqarah:184)
Kedua, pekerja berat yang sifatnya temporer yang masih memiliki waktu luang untuk melakukan qadha. Karenanya mereka ini wajib mengqadha puasanya sebagaimana orang sakit yang masih diharapkan sembuh dan musafir.
Yang Tidak Mem batalkan Puasa
1.Makan dan minum karena lupa
Seseorang yang karena lupa tidak sengaj a makan dan minum pada saat puasa, maka ketika dia ingat , wajib menghent ikan makan dan minumnya itu. Apa yang telah dimakannya itu tidak membat alkan puasanya meski cukup banyak dan lum ayan kenyang.
Sabda Rasulullah SAW :
Telah diangkat pena dari umat atas apa yang mereka lupa, anak anak dan orang yang dipaksa.
Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yang berpuasa lalu makan dan minum karena lupa, maka teruskan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum.”HR Jamaah.
Namun wajib yang melihat untuk mengingat kan orang yang makan ketika berpuasa karena lupa.
2.Keluar mani dengan sendirinya
Bila pada saat puasa seseorang tidur dan dalam tidurnya itu dia bermimpi yang mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Namun bila secara sengaja melakukan hal-hal yang dapatmembangkitkan birahi baik melalui fikiran (imaginasi) atau melihat atau mendengarkan hal-hal yang merangsang birahinya hingga mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu membatalkan puasa. Karena semua itu termasuk dalam kategori sengaja. Termasuk bila melalukan onani pada saat puasa.
3.Memakai celak mata
Boleh memakai celak mata (alkuhl) pada saat berpuasa dan tidak membatalkannya. Karena Rasulullah SAW juga pernah menggunakannya pada saat berpuasa.
4.Berbekam
Berbekam atau hijamah adalah salah satu bentuk pengobatan dimana seseorang diambil darahnya untuk dikeluarkan penyakit. Metode ini dikenal di negeri Arab dan beberapa negeri lainnya.
Dari Ibni Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berbekam dalam keadaan ihram dan pernah pula berbekam dalam keadaan puasa.(HR. Bukhari dan Ahmad)
5.Bersiwak
Bersiwak atau membersihkan gigi tidak membatalkan puasa. Namun menurut Imam Asy- Syafi`i, bersiwak hukumnya makruh bila telah melewati waktu zhuhur hingga sore hari. Alasan yang dikemukakan beliau adalah hadits Nabi yang menyebutkan : Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi. Sedangkan bersiwak atau menggosok gigi akan menghilangkan bau mulut . Namun bila bau mulut mengganggu seperti habis makan makanan berbau, maka sebaiknya bersiwak.
6.Kumur dan ist insyak
Kumur adalah memasukkan air ke dalam mulut untuk membersihkannya dan lemudian dibuang kembali. Sedangkan istinsyak adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung untuk membersihkannya dan kemudian dibuang kembali. Keduanya boleh dilakukan saat puasa meski bukan untuk keperluan berwudhu` . Namun harus dijaga jangan sampai tertelan atau masuk ke dalam tubuh, karena akan membatalkan puasa.
7.Mandi dan berenang
Mandi, beranang atau memakai pakaian yang dibasahi agar dingin tidak membatalkan puasa. Begitu juga mengorek kuping atau memasukkan batang pembersih ke dalam telinga. Semua itu tidak termasuk yang membatalkan puasa
8.Kemasukan asap atau debu
Kemasukan asap dan debu, kemasukan lalat atau sisa rasa obat ke dalam mulut tidak membatalkan puasa, asal sifat nya tidak disengaja dan bukan bikinan. Semua itu tidak membatalkan puasa karena tidak mungkin menghindar dari hal-hal kebetulan sepert i itu.
9.Copot gigi, telinga kemasukan air
Orang yang copot giginya tanpa sengaja dan kemasukan air di telinga tidak batal puasanya
10.Janabah dan bercum bu
Jatuhnya seseorang kepada kondisi janabah tidak membatalkan puasanya, kecuali bila sengaja. Karena itu bila mimpi basah di siang hari bulan ramadhan dan tetap dalam keadaan junub hingga siang hari, tidak membatalkan puasa. Bercumbu dengan istri tidak membat alkan puasa selam a tidak sampai keluar mani.Begitu juga mencium nya atau memeluknya tidak membatalkan puasa.
11.Suntik
Dalam kondisi sakit, terkadang pasien harus disuntik dengan obat , maka suntikan obat itu tidakmembatalkan puasa. Berbeda dengan impus, maka impus membatalkan puasa, karena hakikat impus adalah memasukkan makanan ke dalam tubuh.
12.Menghirup aroma wangi
Boleh menghiurp atau mencium aroma wangi dari parfum atau wangi-wangian dan tidak membatalkan puasa.
والله أعلم بالصواب